Diskusi Kajian Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT)

Tahukah kamu #SobatIndag Purbalingga memiliki sejarah panjang mengenai kondisi pertembakauan lho..
Sejarah panjang pertembakauan di Purbalingga di mulai sejak jaman kolonial Belanda saat era tanam paksa dan mulai meningkat pada tahun 1900an. Salah satu perusahaan tembakau Purbalingga adalah NV Tabak Export & Import Compagnie yang setelah kemerdekaan berubah menjadi Gading Mas Indonesia Tabacco (GMIT). Dengan ditutupnya GMIT merupakan salah satu tanda meredupnya pertembakauan di Purbalingga.

Saat ini perusahaan Industri Hasil Tembakau yang beroperasi di Purbalingga adalah PT Mitra Karya Tri Utama (Sampoerna) memproduksi rokok sigaret yang merupakan perusahaan mitra dari PT Sampoerna dan CV King Brewery memproduksi liquid vape yang saat ini di gandrungi oleh kalangan muda. Disamping itu ada beberapa masyarakat memproduksi rokok dalam jumlah kecil dan dipasarkan terbatas dengan tanpa kemasan (menggunakan plastik) yang dititipkan ke warung-warung dan juga sekarang ini banyak toko dan tempat nongkrong yang juga menjual tembakau nglinting dewe “tingwe” karena harga rokok pabrikan mahal dan mencari kenikmatan tembakau yang berbeda.

Pada Tahun 2020 total luasan lahan tembakau di Kab. Purbalingga adalah 13 ha dengan produksi tembakau sebanyak 5,1 ton terutama di Bambangan Desa Kutabawa Kec. Karangreja.

Bermula dari hal tersebut, beberapa hari yang lalu Dinperindag khususnya Bidang Perindustrian mengadakan diskusi terkait Kajian Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT). Dalam kaijan tersebut menghadirkan Tim Penyusun Kajian KIHT LPPM UNSOED, Tim Bea Cukai Purwokerto, Kepala Bagian Bappelitbangda Kab. Purbalingga, dan Kepala Bagian Perekonomian Setda Kab. Purbalingga.

Sebelumnya, perlu diketahui bahwa Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) sendiri menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.04/2020 adalah kawasan yang dijadikan sebagai tempat pemusatan kegiatan industri hasil tembakau. Tujuan dari KIHT adalah meningkatkan pelayanan, pembinaan industri dan pengawasan terhadap produksi dan peredaran hasil tembakau, juga meningkatkan daya saing dan kemudahan perizinan berusaha bagi industri industri kecil hasil tembakau. Selain itu juga mengurangi produksi rokok ilegal.

“Survey yang dilakukan, pita cukai bekas menyumbang kurang lebih 5% dalam peredaran rokok ilegal dan hampir 100% keunggulan rokok ilegal adalah karena harganya murah. Hal ini seharusnya dapat diambil alih oleh para IKM kita dengan membantu para petani tembakai agar tidak diperlukannya import untuk menurunkan harga jual” tutur Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan, Kantor Bea Cukai Purwokerto di Aula UPTD Pilog Purbalingga, Rabu (08/09)

Kajian yang tengah dilakukan ini bertujuan untuk menilai layak atau tidaknya Kabupaten Purbalingga untuk dapat mendirikan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) dengan cara memberikan masukan terhadap Tim Penyusun Kajian KIHT yang dilihat dari berbagai sisi termasuk sisi kemudahan peluang investor industri hasil tembakau di Purbalingga.